Rabu, 09 November 2016

memuliakan tamu

Dalam cerita Ibrahim ini juga terdapat pelajaran yang cukup berharga yaitu akhlaq memuliakan tamu. Lihatlah bagaimana pelayanan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk tamunya. Ada tiga hal yang istimewa dari penyajian beliau:
  1. Beliau melayani tamunya sendiri tanpa mengutus pembantu atau yang lainnya.
  2. Beliau menyajikan makanan kambing yang utuh dan bukan beliau beri pahanya atau sebagian saja.
  3. Beliau pun memilih daging dari kambing yang gemuk. Ini menunjukkan bahwa beliau melayani tamunya dengan harta yang sangat berharga.
Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bagaimana sebaiknya kita melayani tamu-tamu kita yaitu dengan pelayanan dan penyajian makanan yang istimewa. Memuliakan dan menjamu tamu inilah ajaran Nabi Ibrahim, sekaligus pula ajaran Nabi kita Muhammad ‘alaihimush sholaatu wa salaam. ‘Abdullah bin ‘Amr dan ‘Abdullah bin Al Harits bin Jaz’i mengatakan, “Barangsiapa yang tidak memuliakan tamunya, maka ia bukan pengikut Muhammad dan bukan pula pengikut Ibrahim” (Lihat Jaami’ul wal Hikam, hal. 170). Begitu pula dalam hadits yang shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47, dari Abu Hurairah)
Seseorang dianjurkan menjamu tamunya dengan penuh perhatian selama sehari semalam dan sesuai kemampuan selama tiga hari, sedangkan bila lebih dari itu dinilai sebagai sedekah. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
« مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ جَائِزَتَهُ » . قَالَ وَمَا جَائِزَتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ وَالضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ ، فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلِكَ فَهْوَ صَدَقَةٌ عَلَيْهِ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ »
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia perhatian dalam memuliakan tamunya.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud perhatian di sini, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu perhatikanlah ia sehari semalam dan menjamu tamu itu selama tiga hari. Siapa yang ingin melayaninya lebih dari tiga hari, maka itu adalah sedekah baginya.” (HR. Bukhari no. 6019 dan Muslim no. 48, dari Syuraih Al ‘Adawi). Para ulama menjelaskan bahwa makna hadits ini adalah seharusnya tuan rumah betul-betul perhatian melayani tamunya di hari pertama (dalam sehari semalam) dengan berbuat baik dan berlaku lembut padanya. Adapun hari kedua dan ketika, hendaklah tuan rumah memberikan makan pada tamunya sesuai yang mudah baginya dan tidak perlu ia lebihkan dari kebiasaannya. Adapun setelah hari ketiga, maka melayani tamu di sini adalah sedekah dan termasuk berbuat baik. Artinya, jika ia mau, ia lakukan dan jika tidak, tidak mengapa (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 21/31). Imam Asy Syafi’i rahimahullah dan ulama lainnya mengatakan, “Menjamu tamu merupakan bagian dari akhlaq yang mulia yang biasa dilakukan oleh orang yang nomaden dan orang yang mukim” (Lihat Syarh Al Bukhari libni Baththol, 17/381). Sudah sepatutnya kita dapat mencontoh akhlaq yang mulia ini.


Sumber: http://muslim.or.id/5833-mencontoh-akhlak-mulia-nabi-ibrahim.html

1 komentar: