Rabu, 09 November 2016

meneladani nabi ibrahim

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menciptakan jin dan manusia dan mengujinya dengan berbagai kenikmatan-Nya yang agung dan anugerah-Nya yang megah. Sebagian manusia ada yang baik dan bersemangat dalam memanfaatkannya, dan sebagian lagi ada yang lalai terhadap apa yang telah menjadi kewajibannya.
Di antara ujian yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala atas mereka, yaitu agar mereka berittiba` (mengikuti) Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Para nabi berada di atas agama yang sama, yakni bertauhid; dengan beribadah semata-mata hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala meskipun dengan syariat yang mungkin berbeda. Sehingga, mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan bagian dari mengikuti jejak para nabi dan sekaligus dibarengi dengan kecintaan terhadap mereka. Apabila seorang hamba meyakini bahwa seluruh nabi adalah sebaik-baik manusia ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka adalah hamba-hamba yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka ia juga akan menyakini pentingnya arti meneladani para nabi. Terlebih hal itu telah dipertegas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur`ân).” Sesungguhnya Al-Qur`ân itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat”. [al-An’âm/6 : 90].
Melalui firman-Nya, Al-Qur`ân, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kisah para nabi dalam banyak ayat. Yang terbaik di antara mereka mendapat sebutan sebagai ulul-‘azmi di kalangan para rasul, dan sebaik-baik mereka adalah al-khalilân (dua kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala). Kisah-kisah tersebut bukan sesuatu yang sia-sia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman. [Yûsuf/12 ayat 111].
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala , yang artinya: Dan semua kisah dari rasul-rasul yang Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. [Hûd/11 ayat 120]
Demikian juga dengan kisah Nabi Ibrâhîm Alaihissallam. Namun, sebelum kita mengkaji sebagian kisah perjalanan hidup Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, ada beberapa hal mendasar yang perlu kita perhatikan dengan seksama.[1]
Pertama :Manhaj nabawi yang diwariskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam tazkiyatun-nufûs (pensucian jiwa) adalah manhaj seluruh nabi. Bahkan itu merupakan salah satu rukun kenabian dan merupakan tugas utama yang dipikul Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Hal ini pula yang telah menjadi rukun utama dakwah Nabi Ibrahim Alaihissallamsebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Lihat surat al-Baqarah/2 ayat 127-129.
Kedua : Tazkiyatun-nufûs merupakan prinsip dasar dalam mewujudkan kehidupan secara Islami berlandaskan manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menggapai kebahagiaan hakiki.
Ketiga : Metode pendidikan modern yang dianggap mampu memberikan jalan keluar bagi banyak problematika ternyata menjadi senjata tajam yang justru dapat membahayakan umat Islam dalam semua sisi kehidupan mereka, lantaran metode tersebut kerap kali berseberangan dengan manhaj yang diterapkan oleh para nabi atas umat mereka dengan bimbingan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Keempat : Memahami dengan baik manhaj para nabi dalam tazkiyatun-nufûs dapat memberikan gambaran tentang kelurusan aqidah, kesabaran ibadah, kemuliaan akhlak, keindahan mu’amalah, keteguhan prinsip, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, insya Allah Subhanahu wa Ta’ala , pembahasan kali ini terdapat beberapa pelajaran tarbiyah dan nilai tazkiyatun-nufûs yang dipetik dari kisah perjalanan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam .
BEBERAPA PELAJARAN PENTING DARI PEMAPARAN KISAH NABI IBRÂHÎM ALAIHISSALLAM
Keteguhan Ibrâhîm Alaihissallam Dalam Mendakwahkan Tauhid Kepada Ayahnya.
Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa. Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya. Dan kita berharap semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan taufik dan petunjuk-Nya.
Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrâhîm Alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:
a. Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau Alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun.
Al-Hâfihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata,”Penduduk negeri harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala. Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrâhîm Alaihissallam , isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth Alaihissallam . Ibrâhîm Alaihissallam terpilih menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya sebagai kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala pada masa berikutnya.[2]
Awal dakwah tauhid yang beliau Alaihissallam tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat”.[3]
Syaikh as-Sa`di rahimhahullah berkata,”Ibrâhîm Alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , … yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan kenabian pada anak keturunnya. Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala , bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya), ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…”.[4]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”. [Maryam/19:42].
Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrâhîm Alaihissallam mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?![5] Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala . Disebutkan dalam firman-Nya:
وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ ۚ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
Dan permintaan ampun dari Ibrâhîm (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrâhîm bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrâhîm berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrâhîm adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. [at-Taubah/9 : 114].
Dalam usaha yang lain, Ibrâhîm berdialog dengan ayahnya:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً ۖ إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Âzar:[6] “Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata”. [al-An’âm/6 ayat 74].
Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan ingatlah (terhadap) kisah Ibrâhîm Alaihissallam manakala Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.”[7]
Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam kepada kaumnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Al-Qur`ân yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: Dan (ingatlah) Ibrâhîm, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. [al-Ankabût/29 ayat 16].
Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu Ibrâhîm Alaihissallam sang imam para hunafâ`, bahwa ia Alaihissallam berdakwah mengajak kaumnya untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rizki hanya kepada-Nya, dan mengesakan-Nya dalam bersyukur”[8]
Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam juga termaktub dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala surat al-Anbiyâ`/21 ayat 51-56. Dan dalam beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`arâ/26 ayat 69, ash-Shâffât/37 ayat 84.
b. Nabi Ibrâhîm Alaihissallam Tegar Dan Tabah Menghadapi Ujian Dan Siksaan.
Sikap ini tercermin dalam kisah beliau Alaihissallam saat berdakwah mengajak manusia untuk bertauhid dan mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala , namun kebanyakan menolaknya dengan penuh kenistaan. Ketabahan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ini menjadi teladan bagi setiap dai dalam mengajak manusia menuju jalan yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala . Kisah ketabahan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam diabadikan dalam Al-Qur`ân melalui firman-firman-Nya. Meskipun kaumnya dengan kuatnya untuk membakar dirinya, namun Nabi Ibrâhîm Alaihissallam tetap tabah dan menyerahkan segala perkara kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Lihat ayat-ayat dalam surat ash-Shâffât/37 ayat 95-98, al-Ankabût/29 ayat 22-25, al-Anbiyâ`/21 ayat 68-69.
Ath-Thabari membawakan riwayat yang sanadnya sampai kepada as-Suddi rahimahullah, ia berkata: “Mereka menahannya dalam sebuah rumah. Mereka mengumpulkan kayu bakar, bahkan hingga seorang wanita yang sedang sakit bernadzar dengan mengatakan ‘sungguh jika Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan bagiku kesembuhan, maka aku akan mengumpulkan kayu bakar untuk membakar Ibrâhîm’. Setelah kayu bakar terkumpul menjulang tinggi, mereka mulai membakar setiap ujung tepian dari tumpukkan itu, sehingga apabila ada seekor burung yang terbang di atasnya niscaya ia akan hangus terbakar. Mereka mendatangi Nabi Ibrâhîm Alaihissallam kemudian mengusungnya sampai di puncak tumpukan tinggi kayu bakar tersebut”. Riwayat lain menyebutkan, ia diletakkan dalam ujung manjanîq.
Nabi Ibrâhîm Alaihissallam mengangkat kepalanya menghadap langit, maka langit, bumi, gunung-gunung dan para malaikat berkata: “Wahai, Rabb! Sesungguhnya Ibrâhîm akan dibakar karena (memperjuangkan hak-Mu)”
Nabi Ibrâhîm berkata, “Ya, Allah, Engkau Maha Esa di atas langit, dan aku sendiri di bumi ini. Tiada seorangpun yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini selainku. Cukuplah bagiku Engkau sebaik-baik Penolong”.[9]
Mereka lantas melemparkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ke dalam tumpukan kayu bakar yang tinggi, kemudian diserukanlah (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala): “Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrâhîm”.[10]
Kemudian ath-Thabari dan Ibnu Katsir dalam tafsir mereka membawakan riwayat Ibnu ‘Abbas dan Abu al-‘Aliyah, dan keduanya berkata: “Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mengatakan ‘dan selamat bagi Ibrâhîm,’ niscaya api itu akan membinasakan Ibrâhîm Alaihissallam dengan dinginnya”.[11]
c. Yakin Terhadap Kebesaran Allah Azza wa Jalla
Pada saat Nabi Ibrâhîm diletakkan di ujung manjanîq, ia dalam keadaan terbelenggu dengan tangan di belakang. Kemudian kaumnya melemparkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam ke dalam api, dan ia pun berkata: “Cukuplah Allah Azza wa Jalla bagi kami, dan Dia sebaik-baik Penolong”.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, ia berkata:
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
(cukuplah Allah Azza wa Jalla bagi kami dan Dia sebaik-baik penolong)” telah diucapkan Nabi Ibrâhîm Alaihissallam tatkala ia dilemparkan ke dalam api.[13]
Demikianlah, Nabi Ibrâhîm Alaihissallam sangat yakin dengan kebesaran, pertolongan dan perlindungan Allah Azza wa Jalla , karena beliau sedang memperjuangkan hak Allah Azza wa Jalla yang terbesar, yakni tauhid dalam beribadah kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala .
Perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala Berada Di Atas Segalanya


Sumber: https://almanhaj.or.id/3475-meneladani-nabi-ibrahim-alaihissallam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar